PP No. 35 Tahun 2021, Begini Penjelasannya!

PP No. 35 Tahun 2021, Begini Penjelasannya!

Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021, yang diterbitkan pada 2 Februari 2021, merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Fokus dari peraturan ini adalah pada Pasal 81 dan Pasal 185 Huruf b, yang memberikan landasan hukum untuk berbagai aspek ketenagakerjaan di Indonesia.

Garis Besar PP No. 35 Tahun 2021

PP No. 35 Tahun 2021 mencakup beberapa aspek penting dalam hubungan ketenagakerjaan, termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja dan istirahat, serta pemutusan hubungan kerja (PHK). Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai isi dari peraturan ini.

Ketentuan Umum dan Definisi

Dalam bab pertama PP No. 35 Tahun 2021, terdapat berbagai ketentuan umum yang menjelaskan definisi subjek-subjek dalam peraturan ini. Mulai dari hubungan kerja, pekerja/buruh, pengusaha dan perusahaan, hingga perjanjian kerja dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas regulasi ini. Pengertian ini penting untuk memberikan kejelasan dalam penerapan peraturan.

PKWT: Perubahan dan Implementasi

Peraturan tentang PKWT dalam PP No. 35 Tahun 2021 memperbaiki UU No. 13 Tahun 2003. Terdapat dua kategori PKWT: berdasarkan jangka waktu dan berdasarkan selesainya suatu pekerjaan. Jangka waktu PKWT maksimal adalah 5 tahun, termasuk perpanjangan. Selain itu, PKWT wajib dilaporkan ke Departemen Ketenagakerjaan sesuai dengan domisili perusahaan.

Pengusaha juga diwajibkan untuk memenuhi hak-hak pekerja, termasuk upah, jaminan sosial, dan kompensasi saat masa kerja selesai. Kompensasi ini sebesar satu kali upah bulanan untuk masa kerja di bawah satu tahun.

Alih Daya: Perlindungan Hak Pekerja

PP No. 35 Tahun 2021 juga mengatur tentang alih daya atau outsourcing. Perusahaan alih daya harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin usaha. Pekerja yang dipekerjakan melalui alih daya harus berdasarkan PKWT atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). Perusahaan alih daya bertanggung jawab atas upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan penyelesaian perselisihan. Termasuk perlindungan hak pekerja saat terjadi pergantian perusahaan alih daya.

Waktu Kerja dan Lembur

Aturan mengenai waktu kerja dalam PP No. 35 Tahun 2021 menetapkan durasi yang sama, yaitu 7 jam sehari atau 35 jam seminggu. Untuk waktu lembur, durasinya diperpanjang menjadi maksimal 4 jam per hari atau 18 jam seminggu. Namun, aturan ini dibuat lebih fleksibel untuk perusahaan yang menerapkan jam kerja fleksibel atau work from anywhere (WFA).

Durasi kerja lebih dari 35 jam seminggu hanya diperbolehkan untuk sektor perikanan, pertambangan, serta energi dan sumber daya. Aturan ini memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan operasional mereka.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

PP No. 35 Tahun 2021 juga memberikan ketentuan mengenai PHK. Perusahaan wajib memberikan pemberitahuan tertulis dan memberikan opsi bagi pekerja untuk menerima atau menolak PHK. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan memberikan kompensasi atas PHK, berupa upah pesangon dan penghargaan masa kerja. Nilai kompensasi ini tergantung pada alasan PHK, baik dari sisi perusahaan maupun kondisi karyawan.

Implementasi di Lapangan: Studi Kasus PT. Siprama Cakrawala

Sebagai contoh implementasi PP No. 35 Tahun 2021, kita bisa melihat pada PT. Siprama Cakrawala di Surabaya. Berdasarkan tesis Kurniawan Firdaus Hakiki (mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul “Kontrak Karyawan Outsourcing PT. Siprama Cakrawala pada PT. Buka Mitra Indonesia” (2022), perusahaan ini menerapkan PKWT sesuai dengan peraturan pemerintah.

Perusahaan memberikan jaminan sosial kepada pekerja, meliputi tunjangan hari raya, serta jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. Jam kerja juga telah sesuai dengan aturan, yaitu 7 jam sehari atau 35 jam seminggu. Apabila karyawan bekerja melebihi durasi tersebut, mereka akan mendapatkan upah lembur sesuai kesepakatan dalam PKWT. Untuk upah bulanan, jumlahnya telah sesuai dengan upah minimum regional (UMR).

Dalam hal kompensasi PHK, meskipun terjadi keterlambatan dalam pemberian, perusahaan tetap memberikan hak pesangon karyawan sesuai dengan aturan dalam PP No. 35 Tahun 2021.

 

PP No. 35 Tahun 2021 membawa banyak perubahan signifikan dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan aturan yang lebih jelas dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja, diharapkan dapat tercipta hubungan kerja yang lebih harmonis dan produktif antara pengusaha dan pekerja. Implementasi yang baik dari peraturan ini, seperti yang dicontohkan oleh PT. Siprama Cakrawala, menunjukkan bahwa peraturan ini dapat memberikan manfaat nyata bagi kedua belah pihak.

Skema Pensiun Swasta vs PNS: Mana Lebih Baik?

Skema Pensiun Swasta vs PNS: Mana Lebih Baik?

Masa pensiun adalah fase hidup yang tak terhindarkan. Ini bukan hanya sekadar akhir dari karier profesional, tetapi juga tahap hidup yang memerlukan persiapan matang. Oleh karena itu, perencanaan keuangan untuk masa pensiun sangat penting agar Anda dapat menjalani masa tua dengan tenang, aman, dan sejahtera.

Pentingnya Memahami Skema Pensiun

Salah satu aspek penting dalam perencanaan pensiun adalah memahami skema pensiun. Pengetahuan tentang skema pensiun membantu individu mempersiapkan keuangan jangka panjang dengan lebih efektif. Dengan pemahaman yang baik, Anda dapat merencanakan masa pensiun dengan lebih optimal, sehingga bisa menikmati hasil kerja keras selama bertahun-tahun.

Perbedaan Skema Pensiun Pegawai Pemerintah dan Swasta

Terdapat perbedaan mendasar antara skema pensiun untuk pegawai pemerintah dan swasta. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipahami agar Anda dapat melakukan perencanaan yang lebih baik.

Skema Pensiun Pegawai Pemerintah

Pegawai pemerintah atau ASN (Aparatur Sipil Negara) terdiri dari dua kategori: PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Meskipun ada perbedaan dalam status, proses rekrutmen, dan hak-hak antara PNS dan PPPK, keduanya dijamin kesejahteraannya termasuk dalam hal pensiun.

Pensiun PNS

PNS menggunakan skema manfaat pasti atau defined benefit. Ini adalah program pensiun di mana peserta dijamin menerima manfaat yang dihitung berdasarkan formula tertentu yang melibatkan gaji pokok, masa kerja, dan faktor lainnya. Manfaat pensiun ditetapkan pada tingkat 2,5% dari gaji pokok terakhir untuk setiap tahun masa kerja, dengan manfaat maksimum sebesar 75% dari gaji pokok terakhir. Pembayaran dilakukan melalui anuitas bulanan hingga peserta meninggal dunia. Skema ini memberikan keamanan finansial yang signifikan karena manfaat yang diterima tidak tergantung pada kondisi pasar atau kinerja investasi.

Pensiun PPPK

PPPK menggunakan skema iuran pasti atau defined contribution. Dalam skema ini, peserta menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diinvestasikan selama masa kerja. Peserta memiliki fleksibilitas dalam memilih instrumen investasi dan dapat melihat pertumbuhan akumulasi dana pensiun mereka. Pada saat pensiun, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membeli anuitas atau menerima pembayaran berkala. Manfaat pensiun tergantung pada akumulasi kontribusi dan hasil investasi. Risiko investasi ditanggung oleh peserta sendiri, yang akan mempengaruhi besaran dana pensiun yang diterima.

Skema Pensiun Pegawai Swasta

Skema pensiun pegawai swasta biasanya dikelola oleh perusahaan atau lembaga keuangan swasta, melibatkan kontribusi dari karyawan dan pemberi kerja. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Pasal 56, ketika pekerja memasuki masa pensiun atau mengalami PHK, mereka berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Komponen utama dalam perhitungan ini adalah gaji pokok dan tunjangan tetap.

Selain itu, dana pensiun pekerja swasta dapat diterima melalui program Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Hari Tua (JHT). JHT biasanya diberikan sekaligus ketika peserta pensiun, sedangkan JP dibayarkan setiap bulan. Besaran dana sangat bergantung pada iuran yang dibayarkan oleh peserta selama masa kerja.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dana Pensiun

Dalam perencanaan pensiun, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memastikan dana pensiun mencukupi kebutuhan di masa tua.

1. Usia Pensiun

Usia pensiun adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi jumlah dana pensiun yang diperlukan. Semakin lama seseorang bekerja, semakin besar dana pensiun yang dapat terkumpul. Usia pensiun yang lebih awal memerlukan persiapan dana yang lebih besar karena masa pensiun yang lebih panjang.

2. Gaya Hidup

Gaya hidup selama pensiun juga mempengaruhi besaran dana yang diperlukan. Biaya hidup, hobi, dan aktivitas yang ingin dilakukan selama pensiun harus diperhitungkan dalam perencanaan keuangan.

3. Inflasi

Inflasi adalah faktor yang sering kali diabaikan dalam perencanaan pensiun. Kenaikan harga barang dan jasa dari waktu ke waktu dapat mengurangi daya beli dana pensiun. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan inflasi dalam estimasi kebutuhan dana pensiun.

4. Kesehatan

Biaya kesehatan cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Memiliki asuransi kesehatan yang memadai dan mempersiapkan dana untuk kebutuhan medis adalah bagian penting dari perencanaan pensiun.

Manfaat dari Skema Pensiun yang Baik

Memiliki skema pensiun yang baik memberikan beberapa manfaat yang signifikan:

  • Keamanan Finansial: Menjamin pendapatan tetap selama masa pensiun.
  • Ketenangan Pikiran: Mengurangi kekhawatiran mengenai keuangan di masa tua.
  • Fleksibilitas: Memungkinkan penyesuaian rencana pensiun sesuai dengan perubahan kebutuhan dan kondisi keuangan.

 

Secara keseluruhan, baik skema pensiun pegawai pemerintah maupun swasta memberikan manfaat yang signifikan bagi peserta. Memahami perbedaan dan kelebihan masing-masing skema pensiun memungkinkan Anda untuk merencanakan masa pensiun dengan lebih cermat dan sesuai dengan kebutuhan. Dengan perencanaan yang baik, Anda bisa menikmati masa pensiun dengan tenang dan sejahtera.

IFRIC untuk Valuasi Aktuaria Kewajiban Imbalan Kerja

IFRIC untuk Valuasi Aktuaria Kewajiban Imbalan Kerja

Dalam dunia keuangan korporat, pengelolaan dan penilaian kewajiban imbalan kerja adalah elemen krusial yang mendukung keberlanjutan finansial jangka panjang perusahaan. Dengan penerapan pedoman dari IFRIC, aktuaris diberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan akurat untuk melakukan valuasi kewajiban ini, berfokus pada usia masuk karyawan sebagai faktor penentu.

Keakuratan Valuasi Aktuaria

Analisis Berdasarkan Usia Masuk Karyawan

Pedoman IFRIC membedakan pendekatan valuasi aktuaria berdasarkan usia masuk karyawan. Bagi karyawan yang memulai pekerjaannya di atas usia 32 tahun, masa kerja yang lebih singkat secara langsung mempengaruhi kalkulasi nilai kini dari kewajiban imbalan kerja. Valuasi ini mencakup semua kewajiban yang terakumulasi hingga usia valuasi.

Dinamika Usia Valuasi

Karyawan yang bergabung di bawah usia 32 tahun menimbulkan skenario valuasi yang berbeda, tergantung pada usia valuasi saat penilaian. Jika valuasi aktuaria dilakukan sebelum mereka mencapai usia 32 tahun, kewajiban pensiun tidak diakui, sementara kewajiban untuk risiko kematian, cacat, dan pengunduran diri tetap dipertimbangkan. Namun, setelah melewati usia 32 tahun, perhitungan menjadi lebih kompleks dengan penambahan kewajiban pensiun berdasarkan formula IFRIC.

Mempengaruhi Strategi Keuangan Korporat

Strategi Keuangan yang Adaptif

Penerapan IFRIC membutuhkan perusahaan untuk memiliki strategi keuangan yang adaptif, siap menghadapi perubahan kewajiban yang tidak terduga. Valuasi aktuaria memberikan dasar untuk pengelolaan risiko yang efektif, memungkinkan perusahaan untuk merespons dinamika kewajiban dengan kebijakan keuangan yang tepat.

Meningkatkan Transparansi dan Kepatuhan

Mengadopsi IFRIC tidak hanya tentang kepatuhan terhadap standar akuntansi internasional tetapi juga tentang meningkatkan transparansi dalam laporan keuangan. Ini memberi kepercayaan kepada investor dan pemangku kepentingan lainnya, memastikan bahwa kewajiban imbalan kerja dihitung dan dilaporkan dengan akurat. Valuasi aktuaria adalah fondasi untuk menyajikan informasi ini secara tepat, memperkuat keputusan finansial yang berdasarkan data.

 

Melalui implementasi pedoman IFRIC dalam valuasi aktuaria, perusahaan dapat mengoptimalkan pengelolaan kewajiban imbalan kerja. Ini tidak hanya memastikan kepatuhan dan transparansi tetapi juga mendukung pengambilan keputusan finansial yang berinformasi dan strategis. Dengan demikian, aktuaris memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kewajiban imbalan kerja diukur dengan cara yang meminimalkan risiko finansial dan mendukung keberlanjutan jangka panjang perusahaan.

Dana Pensiun BUMN dalam Sorotan: Panduan Optimalkan Imbalan Pasca Kerja

Dana Pensiun BUMN dalam Sorotan: Panduan Optimalkan Imbalan Pasca Kerja

Dana pensiun BUMN baru-baru ini menjadi sorotan publik. Sorotan ini disebabkan oleh dugaan penyelewengan oleh oknum tertentu. Masyarakat mengkhawatirkan keamanan dana pensiun mereka akibat dugaan ini. Dana pensiun adalah instrumen vital untuk kesejahteraan di masa tua. Fungsinya adalah memberikan penghasilan bagi pekerja pascapensiun. Kondisi ekonomi yang fluktuatif meningkatkan kekhawatiran akan keamanan dana pensiun. Situasi ini membuat masyarakat lebih sadar tentang pentingnya persiapan pensiun.

Memahami dana pensiun dan imbalan pasca kerja sangat penting. Artikel ini akan menjelaskan pengertian, jenis, dan hubungannya dengan imbalan pasca kerja. Dana pensiun di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992. Undang-undang ini menyediakan kerangka kerja untuk dana pensiun. Menurut undang-undang ini, dana pensiun merupakan badan hukum. Dana pensiun bertugas mengelola program manfaat pensiun. Dana pensiun dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Kedua adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

DPPK adalah program pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja. Tujuannya adalah memberikan manfaat pensiun kepada karyawan. DPLK, di sisi lain, ditawarkan oleh lembaga keuangan. DPLK memungkinkan individu untuk ikut serta dalam program pensiun. Pengelolaan dana pensiun harus transparan dan akuntabel. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Pengawasan dana pensiun dilakukan oleh pemerintah. Tujuannya adalah memastikan dana dikelola dengan baik dan sesuai regulasi. Kasus penyelewengan dana pensiun membangkitkan kebutuhan akan pengawasan yang lebih ketat. Penyelewengan ini mengancam kepercayaan publik terhadap sistem pensiun. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan pengawasan.

Penyedia dana pensiun harus memastikan manfaat pensiun terjamin. Mereka harus menjaga dana pensiun agar tetap aman dan berkelanjutan. Kesejahteraan pensiunan bergantung pada pengelolaan dana pensiun yang efisien dan bertanggung jawab. Secara keseluruhan, dana pensiun memainkan peran krusial dalam masyarakat. Dana ini membantu memastikan kesejahteraan pekerja setelah pensiun. Oleh karena itu, pengelolaan yang baik dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan.

Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)

adalah dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja. Manfaat DPPK akan diperoleh ketika karyawan memutuskan untuk pensiun atau mengundurkan diri.

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

Dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Manfaat DPLK akan diperoleh ketika karyawan memasuki masa pensiun dengan ketentuan sebagai berikut: pensiun normal, pensiun dipercepat, dan pensiun cacat.

Setiap dana pensiun pastinya memiliki suatu program yang disebut program pensiun, yaitu setiap program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi karyawannya. Manfaat Pensiun didefinisikan sebagai pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. Berdasarkan manfaatnya, program pensiun dapat dibedakan menjadi Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).

Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

Yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti.

Sebagai contoh, seorang karyawan akan membuat suatu perjanjian degan penyelenggara dana pensiun, baik DPPK maupun DPLK mengenai jumlah manfaat yang nantinya akan didapatkan. Ketika karyawan tersebut mulai memasuki masa pensiun, maka perusahaan akan membayarkan manfaat sesuai dengan jumlah yang telah disepakati.

Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Iurannya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun.

Berbeda dengan PPMP yang memfokuskan pada jumlah manfaat yang akan didapat, PPIP lebih focus kepada iuran yang harus dibayarkan karyawan saat masih aktif bekerja.

Sebagai contoh, selama masa bekerja karyawan dan perusahaan sama-sama diharuskan membayar 15% dari gaji pekerja setiap bulannya. Uang ini kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dana pensiun dan nantinya hasil investasi tersebut akan dikembalikan kepada karyawan yang bersangkutan ketika memasuki masa pensiun.

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.010/2012 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.017/1998 tentang Iuran dan Manfaat Pensiun, yaitu:

  1. Batas maksimal manfaat PPMP yang bisa dibayar sekaligus dinaikkan dari Rp300 ribu menjadi Rp 1,5 juta (rumus bulanan)
  2. Batas maksimal manfaat PPIP yang bisa dibayar sekaligus dinaikkan dari Rp 36 juta menjadi Rp500 juta (rumus sekaligus).

Lalu bagaimana cara kita agar bisa menjadi peserta dana pensiun? Cara termudah adalah dengan mendaftar sebagai peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Proses pendaftaran sebagai peserta DPLK termasuk mudah, Anda tinggal datang ke bank atau perusahaan asuransi jiwa yang menyediakan DPLK, prosesnya kurang lebih sama dengan proses ketika membuka rekening di bank.

Hubungan Dana Pensiun dan Imbalan Pascakerja

Dana Pensiun merupakan salah satu bentuk cara bagi perusahaan untuk membayarkan imbalan pasca kerja kepada karyawannya setelah memasuki masa pensiun. Dana Pensiun pada dasarnya menggunakan skema “fully funded” untuk dana imbalan pascakerja. Skema pendanaan yang terpisah dari arus kas perusahaan, di samping diserahkan kepada pihat ketiga untuk mengelolanya agar bisa lebih optimal. Dengan menggunakan Dana Pensiun, selain memastikan tersedianya dana imbalan pascakerja, perusahaan pun dapat meminta pihak ketiga untuk membayarkan kepada pekerja sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

Dana pensiun adalah instrumen penting untuk menjamin kesejahteraan di masa tua. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami dana pensiun dalam mengoptimalkan imbalan pasca kerja.

Logo Valuasi Aktuaria dengan latar belakang Fair Value of Plan Asset FVPA Program sebagai pilar kebijakan investasi dana pensiun.

Fair Value of Plan Asset (FVPA) Program: Faktor Penting dalam Menentukan Kebijakan Investasi Dana Pensiun

Kebijakan Investasi dan Dana Pensiun

Penentuan kebijakan investasi merupakan hal yang sangat penting dalam dunia investasi, khususnya bagi dana pensiun. Kesalahan dalam perhitungan bisa berdampak langsung pada keberlangsungan dana pensiun.

Fair Value of Plan Asset Program (FVPA)

FVPA adalah alat krusial bagi aktuaris maupun manajer dana pensiun dalam menentukan kebijakan investasi. Alat ini digunakan untuk mengukur dan memantau nilai aset dana pensiun berdasarkan nilai wajar pada setiap periode akuntansi. Ini membantu dalam mengambil keputusan investasi yang tepat. FVPA diatur oleh PSAK 24 (Revisi 2018) mengenai pengungkapan informasi keuangan dana pensiun.

Program ini umumnya dilakukan oleh aktuaris atau manajer investasi yang terkait dengan dana pensiun. Prosesnya melibatkan pengumpulan informasi aset, analisis informasi tersebut untuk menentukan nilai wajar, dan menggunakan teknik evaluasi yang tepat, termasuk analisis harga pasar dan model matematika.

Peran Penting FVPA

Fair Value of Plan Asset berperan dalam:

  1. Menentukan kinerja investasi.
  2. Menilai kecukupan dana pensiun.
  3. Menginformasikan peserta program.
  4. Mematuhi regulasi yang berlaku.

Penilaian yang akurat penting untuk memastikan kewajiban pensiun terpenuhi.

Transparansi Laporan Keuangan & Tantangan Penggunaan FVPA

Hasil FVPA dicantumkan dalam laporan keuangan dana pensiun dan harus diungkapkan dengan transparansi. Ini membantu manajer dana pensiun membuat keputusan investasi yang lebih tepat berdasarkan informasi aktual. Penggunaan FVPA bukan tanpa tantangan. Antara lain, perlu adanya akses data pasar yang akurat, perhitungan tepat tiap periode akuntansi, dan pemahaman manajer tentang investasi dalam portofolio serta risiko yang terkait.

FVPA adalah alat esensial dalam pengelolaan dana pensiun, terutama dalam menentukan kebijakan investasi. Meski memberikan banyak manfaat, implementasinya membutuhkan perhatian pada aspek teknis dan regulasi.


Referensi:

Amirruddin AA. 2019. Penentuan Kebijakan Investasi Dana Pensiun Berbasis Nilai Wajar Aset. Jurnal Akuntansi. 7(1):1-14.

International Accounting Standards Board. 2017. IAS 19 Employee Benefits. London: IFRS Foundation.

Gambar header artikel yang membahas Revisi Undang-Undang Pensiun di Indonesia, menyoroti perubahan, dampak, dan peluang baru dalam kebijakan pensiun.

Revisi Undang-Undang Pensiun: Menjelajahi Perubahan dalam Usia Pensiun Pegawai di Indonesia

Undang-Undang Pensiun di Indonesia memegang peran krusial dalam menetapkan usia pensiun bagi pegawai sektor-sektor tertentu. Mengingat dinamika perubahan sosial, ekonomi, dan demografis yang terjadi baru-baru ini, terdapat kebutuhan mendesak untuk merevisi Undang-Undang Pensiun. Hal ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sistem pensiun dan menyesuaikan diri dengan perkembangan mutakhir. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi perubahan dalam usia pensiun pegawai yang diatur oleh revisi Undang-Undang Pensiun di Indonesia, serta dampak dan tantangan yang muncul akibat perubahan tersebut.

Faktor-faktor demografis, seperti peningkatan harapan hidup, perubahan struktur usia penduduk, dan pertumbuhan jumlah populasi lansia, memainkan peran penting dalam mempengaruhi kebijakan usia pensiun. Tantangan terhadap keberlanjutan sistem pensiun yang dihadapi oleh pemerintah dan perusahaan juga menjadi alasan utama untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pensiun.

Batas Usia Pensiun Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Peraturan pemerintah yang memuat ketentuan usia pensiun adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 Pasal 15 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, yang berbunyi:

    • Untuk pertama kali Usia Pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun.
    • Mulai 1 Januari 2019, Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 (lima puluh tujuh) tahun.
    • Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 (enam puluh lima) tahun.
    • Dalam hal Peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.

Regulasi yang merupakan turunan Undang Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tersebut menetapkan usia pensiun untuk pertama kali adalah 56 tahun. Sesuai pasal tersebut, usia batasan pensiun naik menjadi 57 tahun pada 1 Januari 2019. Usia ini akan terus bertambah satu tahun setiap rentang tiga tahun hingga mencapai batas 65 tahun.

Batas Usia Pensiun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 154c disebutkan juga dimana ketentuan mengenai batas usia pensiun ditetapkan dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan masa pensiun.

Batas Usia Pensiun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dalam Pasal 151 disebutkan bahwa : Pemutusan hubungan kerja harus diperhatikan oleh semua pihak agar tidak terjadi hal tersebut secara sepihak, baik para pekerja/buruh, pengusaha, pemerintah, dan serikat pekerja serikat buruh harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Pemberhentian kerja tidak perlu dilakukan jika

    • Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
    • Pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu;
    • Pekerja/buruh sudah memasuki usia pensiun yang sesuai dengan aturan.

Sesuai ketentuan pada poin (3), pekerja dapat mengakhiri masa kerjanya. Ini berlaku saat mereka mencapai Usia Pensiun Karyawan Swasta yang telah disepakati. Batas usia tersebut adalah hasil kesepakatan. Ini dapat berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Oleh karena itu, usia pensiun dapat ditetapkan dengan berbagai cara. Ini bisa berdasarkan perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Tentunya, ini harus sudah disepakati oleh semua pihak.

Menurut pasal 151, setiap perusahaan dapat menentukan sendiri batas usia pensiun karyawan. Akan tetapi, peraturan tersebut harus disepakati oleh semua pihak. Ini termasuk perusahaan maupun karyawan. Sehingga, tidak ada ketentuan pasti mengenai usia batas pensiun yang berlaku.

Revisi Undang-Undang dan Dampaknya

Revisi Undang-Undang Pensiun di Indonesia menghasilkan perubahan. Ini terkait usia pensiun pegawai. Ada penyesuaian usia pensiun minimum, beriringan dengan peningkatan harapan hidup. Selain itu, ada penyimpangan usia pensiun berdasarkan profesi atau sektor pekerjaan tertentu. Tujuannya adalah untuk menciptakan kebijakan yang lebih diversifikasi. Ini penting untuk memenuhi kebutuhan beragam pekerja.

Perubahan usia pensiun membawa dampak yang beragam. Ini mencakup dampak sosial, ekonomi, dan perubahan kebijakan di perusahaan. Dari sisi sosial, ini mempengaruhi pola hidup dan persiapan pensiun masyarakat. Dari sisi ekonomi, ini berdampak pada keberlanjutan finansial pemerintah dan perusahaan. Ini terkait dengan pembayaran pensiun. Perusahaan juga harus menyesuaikan kebijakan pensiun mereka. Ini untuk mematuhi revisi Undang-Undang Pensiun dan menjamin perlindungan hak pekerja.

Tantangan dan peluang juga muncul dari revisi Undang-Undang Pensiun. Ini mencakup resistensi dan perubahan budaya terkait usia pensiun. Ada juga peluang pengembangan program pensiun yang lebih fleksibel. Kesiapan dan persiapan pensiun yang lebih matang menjadi penting. Ini adalah syarat untuk kesejahteraan jangka panjang pekerja.

Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain. Beberapa negara telah berhasil melakukan perubahan usia pensiun. Studi kasus dari negara maju seperti Jepang, Swedia, dan Kanada dapat dijadikan referensi. Ini berguna untuk mengelola perubahan tersebut. Dengan mempelajari praktik terbaik dari negara-negara tersebut, Indonesia dapat mengambil langkah yang tepat. Kita dapat mengevaluasi dan menerapkan kebijakan efektif sesuai kebutuhan lokal.

Implikasi Revisi Undang-Undang Pensiun

Revisi Undang-Undang Pensiun memberikan dampak yang luas. Ini mencakup aspek sosial, ekonomi, dan keberlanjutan sistem pensiun. Diharapkan, revisi ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan finansial para pegawai dan lansia di Indonesia. Dengan kebijakan yang lebih fleksibel, pegawai dapat berkontribusi lebih lama. Ini sambil merencanakan masa pensiun yang lebih baik.

Langkah revisi Undang-Undang Pensiun merupakan upaya penting. Ini menjawab tantangan dan kebutuhan tenaga kerja di era modern. Perubahan usia pensiun di Indonesia mencerminkan upaya ini. Ini adalah langkah untuk menjaga keberlanjutan sistem pensiun. Juga, untuk mengakomodasi perubahan demografi dan harapan hidup yang meningkat. Dalam menjelajahi perubahan ini, kita harus mempertimbangkan berbagai dampak. Ini termasuk dampak sosial dan ekonomi serta perlindungan hak pekerja. Dengan belajar dari praktik terbaik negara lain, Indonesia dapat mengembangkan kebijakan pensiun yang lebih baik. Ini tentunya untuk memberikan kesejahteraan jangka panjang bagi pekerja di masa pensiun mereka.